Lokalisasi Girun di Malang ditutup. ©2014 Merdeka.com
Sejak Senin (24/11) tujuh lokalisasi di Kabupaten Malang resmi ditutup untuk selama-lamanya. Segala bentuk aktivitas dihentikan, dengan menyegel wisma-wisma tempat mereka beroperasi selama ini. Pemerintah selanjutnya akan memfasilitasi untuk alih fungsi lahan yang selama digunakan.
Bupati Malang, Rendra Krisna mengungkapkan, rencana penutupan lokalisasi di Kabupaten Malang sudah diprogramkan sejak 2010. Tujuan muaranya adalah untuk meningkatkan derajat kemanusiaan dengan mendorong para PSK mendapatkan pekerjaan lain.
"Kita bukan tidak setuju, dalam artian memberikan pekerjaan, tapi bagaimana pekerjaan itu sesuai dengan norma-norma agama dan martabat," kata Rendra Kresna, Senin (24/11).
Ke tujuh lokalisasi itu meliputi lokalisasi Suko (Kecamatan Sumberpucung), Slorok (Kromengan), Kebobang (Wonosari), Girun (Gondanglegi), Kalikudu (Pujon), Embong Miring (Ngantang) dan Pulau Bidadari (Sumbermanjing Wetan). Total ada 308 PSK (pekerja seks komersial) penghuni panti dan 90 mucikari yang harus menghentikan profesinya.
Dari tujuh lokalisasi tersebut, Girun yang bisa dibilang cukup kesohor. Girun sendiri merupakan nama orang. Lalu siapa sebenarnya Girun? Dan mengapa namanya dijadikan tempat prostitusi seperti Gang Dolly? Berikut informasinya:
Girun kesohor di Malang sebagai lokalisasi
Ilustrasi Prostitusi. ©2014 Merdeka.com
Dolly Alvonco Chavid atau Tante Dolly melegenda menjadi nama lokalisasi terbesar, bahkan konon di Asia Tenggara. Nama Dolly yang kemudian menjadi gang sebuah jalan, seolah abadi menjadi simbol bisnis esek-esek, kendati sudah ditutup 19 Juni 2012 lalu.
Serupa juga terjadi di Malang, tepatnya di Desa Gondanglegi Wetan, Kecamatan Gondanglegi. Sebuah tempat lokalisasi diberi nama pendirinya, yakni lokalisasi Girun. Kendati tidak sepopuler Dolly, Girun sangat terkenal di masyarakat Malang sebagai tempat pemuas nafsu lelaki hidung belang.
Tokoh masyarakat di Girun, Sukartadji Nugroho menceritakan sejarah berdirinya lokalisasi yang sejak Senin, 24 November 2014 kemarin ditutup operasinya itu. Walaupun sebagian besar dikelola oleh perseorangan, namun hanya Girun yang menggunakan nama pendirinya.
Serupa juga terjadi di Malang, tepatnya di Desa Gondanglegi Wetan, Kecamatan Gondanglegi. Sebuah tempat lokalisasi diberi nama pendirinya, yakni lokalisasi Girun. Kendati tidak sepopuler Dolly, Girun sangat terkenal di masyarakat Malang sebagai tempat pemuas nafsu lelaki hidung belang.
Tokoh masyarakat di Girun, Sukartadji Nugroho menceritakan sejarah berdirinya lokalisasi yang sejak Senin, 24 November 2014 kemarin ditutup operasinya itu. Walaupun sebagian besar dikelola oleh perseorangan, namun hanya Girun yang menggunakan nama pendirinya.
Girun meneruskan dari bisnis prostitusi dari Buaman
Ilustrasi Prostitusi. ©2014 Merdeka.com
Menurut tokoh masyarakat di sekitar lokalisasi Girun, Sukartadji Nugroho, walaupun sebagian besar dikelola oleh perseorangan, namun hanya Girun yang menggunakan nama pendirinya. Namun Girun bukan perintis pertama soal bisnis lendir itu.
"Awalnya, sekitar 1980 seorang tokoh bernama Buaman menampung tuna wisma di rumahnya. Kemudian dibuatkan petak-petak rumah untuk tempat tinggal," kata Sukartadji Nugroho.
Pertama berdiri tidak di tempat sekarang ini, melainkan di tanah kosong di sekitar Kidul Pasar. Jadi sebenarnya pendiri pertamanya adalah Buaman, baru sekitar tahun 1985 pindah ke tangan Pak Girun.
"Awalnya, sekitar 1980 seorang tokoh bernama Buaman menampung tuna wisma di rumahnya. Kemudian dibuatkan petak-petak rumah untuk tempat tinggal," kata Sukartadji Nugroho.
Pertama berdiri tidak di tempat sekarang ini, melainkan di tanah kosong di sekitar Kidul Pasar. Jadi sebenarnya pendiri pertamanya adalah Buaman, baru sekitar tahun 1985 pindah ke tangan Pak Girun.
Tahun 1985 Girun mengambil alih prostitusi di tanah PT KAI
Ilustrasi Prostitusi. ©2014 Merdeka.com
Menurut Sukartadji Nugroho, prostitusi yang dijalankan Buaman di Kidul Pasar sempat diusir oleh warga. Hal ini karena prostitusi tersebut dianggap mengganggu, sehingga pindah ke selatan kuburan.
Namun di tempat ini Buaman dan bisnis sek-eseknya kembali diprotes warga. Buaman kemudian pindah ke tanah PT KAI sekitar tahun 1983. Di tahun 1985 kemudian terjadi peralihan dari Buaman ke Pak Girun. Sejak saat itu lokalisasi ini dinamakan Girun.
"Saat awal berdiri ada 2 anak di masing-masing rumah. Seingat saya ada 8 rumah, ya sekitar 16 PSK yang beroperasi," katanya.
Namun di tempat ini Buaman dan bisnis sek-eseknya kembali diprotes warga. Buaman kemudian pindah ke tanah PT KAI sekitar tahun 1983. Di tahun 1985 kemudian terjadi peralihan dari Buaman ke Pak Girun. Sejak saat itu lokalisasi ini dinamakan Girun.
"Saat awal berdiri ada 2 anak di masing-masing rumah. Seingat saya ada 8 rumah, ya sekitar 16 PSK yang beroperasi," katanya.
Sebelum ditutup, Girun punya 89 PSK
Ilustrasi Prostitusi. ©2014 Merdeka.com
Kini Girun ditutup bersama enam lokalisasi yang lain yakni Suko (Kecamatan Sumberpucung), Slorok (Kromengan), Kebobang (Wonosari), Kalikudu (Pujon), Embong Miring (Ngantang) dan Pulau Bidadari (Sumbermanjing Wetan). Total ada 308 PSK penghuni panti dan 90 mucikari yang harus meninggalkan tempat.
Kalau Dolly saat pendataan mencatat 1.449 PSK dan 311 mucikari, maka Girun hanya 89 orang PSK. Namun sejatinya jumlah mereka lebih dari yang tercatat, karena memang kerap berpindah-pindah dari satu lokalisasi ke lokalisasi lain. Kini baik Dolly maupun Girun sudah resmi ditutup, tapi legenda keduanya tidak sepenuhnya terhapuskan.
Kalau Dolly saat pendataan mencatat 1.449 PSK dan 311 mucikari, maka Girun hanya 89 orang PSK. Namun sejatinya jumlah mereka lebih dari yang tercatat, karena memang kerap berpindah-pindah dari satu lokalisasi ke lokalisasi lain. Kini baik Dolly maupun Girun sudah resmi ditutup, tapi legenda keduanya tidak sepenuhnya terhapuskan.
0 komentar: