Sabtu, 21 Oktober 2023

Fakta Gelap di Balik Bisnis Jual Beli Mayat Manusia di Inggris Pada Abad ke-19

Kalangan dokter harus sering-sering berurusan dengan tubuh manusia. Oleh karena itulah, mereka pun harus menguasai seluk beluk tubuh manusia. Untuk keperluan tersebut, mereka pun harus melakukan praktikum dengan memakai tubuh manusia sungguhan.

Fenomena serupa juga berlaku di Inggris pada abad ke-19. Saking tingginya kebutuhan akan mayat manusia, pemerintah Inggris sempat melegalkan praktik jual beli mayat pada masa itu. Namun bak pisau bermata dua, keputusan tersebut malah memunculkan rentetan kontroversi baru. Berikut ini adalah sebagian di antaranya.

Pekerja di Pabrik Sengaja Disekap Hingga Kelaparan Supaya Mayatnya Bisa Dijual

Pekerja di Pabrik Sengaja Disekap Hingga Kelaparan Supaya Mayatnya Bisa Dijual
Pekerja di Pabrik Sengaja Disekap Hingga Kelaparan Supaya Mayatnya Bisa Dijual via liststream.com

Di masa kini, jika seseorang sudah meninggal, maka mayat orang tersebut biasanya akan langsung dimakamkan. Hal itu pulalah yang pada awalnya berlangsung di Inggris. Namun menyusul disahkannya Anatomy Act oleh pemerintah Inggris, penduduk setempat kini merasa khawatir kalau mayat mereka kelak tidak akan dimakamkan secara layak, namun justru malah dijadikan subjek penelitian.

Anatomy Act adalah undang-undang yang pertama diresmikan oleh pemerintah Inggris pada tahun 1832. Berdasarkan peraturan baru ini, mayat orang-orang yang tidak diklaim oleh sanak familinya boleh digunakan oleh kalangan medis untuk keperluan pembedahan dan percobaan.

Dikeluarkannya peraturan ini sebenarnya memiliki niat yang baik. Selama ini pihak rumah sakit dan universitas merasa kesulitan saat mereka membutuhkan mayat untuk keperluan pendidikan dan eksperimen.

Untuk mencukupi kebutuhan tersebut, kasus-kasus mayat yang dicuri dari pemakaman pun marak terjadi. Dalam kasus-kasus tertentu, orang-orang bahkan sengaja dibunuh supaya mayatnya kelak bisa dijual kepada rumah sakit dan universitas yang membutuhkan.

Pemerintah Inggris lantas menerbitkan Anatomy Act untuk mengatasi permasalahan tersebut. Namun dalam perkembangannya, Anatomy Act malah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab supaya mereka bisa mendapatkan pemasukan dari praktik jual beli mayat secara tidak etis.

Kaum miskin menjadi salah satu golongan yang paling dirugikan dari peraturan ini. Pasalnya mereka tidak memiliki kekuatan finansial dan pendidikan yang memadai untuk melindungi diri. Mereka juga tidak memiliki siapa-siapa untuk mengklaim dan menguburkan mayat mereka kelak jika mereka nantinya meninggal dunia.

Di pabrik-pabrik yang menampung dan memperkerjakan orang miskin, pemilik pabrik bahkan sengaja menyekap para pekerjanya hingga mati kelaparan supaya mayat mereka sesudah itu bisa dijual.

Demi Mendapatkan Mayat Terbaik, Universitas-Universitas Elit Sampai Terlibat Persaingan

Demi Mendapatkan Mayat Terbaik, Universitas-Universitas Elit Sampai Terlibat Persaingan
Demi Mendapatkan Mayat Terbaik, Universitas-Universitas Elit Sampai Terlibat Persaingan via listverse.com

Inggris memiliki sejumlah universitas yang usianya sudah mencapai ratusan tahun. Universitas Oxford dan Cambridge adalah 2 dari sekian banyak universitas tersebut. Sampai-sampai kedua universitas tersebut namanya lebih tenar dibandingkan kota yang menjadi lokasi universitas-universitas tadi.

Namun kedua universitas tersebut juga memiliki sejarah kelamnya sendiri. Kedua universitas sendiri sama-sama memiliki jurusan kedokteran. Supaya murid-murid mereka bisa mengetahui seluk beluk tubuh manusia, pihak universitas pun memerlukan mayat manusia sungguhan sebagai alat peraga dan subjek percobaan.

Pada tahun 1883, Alexander Macalister dilantik menjadi Profesor Anatomi Universitas Cambridge. Tidak lama kemudian, Alexander atas izin pihak kampus mendirikan sebuah jaringan sistem untuk mengumpulkan mayat-mayat manusia dari seantero Inggris.

Sistem yang dibuat oleh Alexander tersebut kemudian ditiru oleh universitas-universitas lain yang juga memerlukan pasokan mayat untuk jurusan kedokteran mereka, termasuk Universitas Oxford. Orang yang dipercaya oleh Universitas Oxford untuk tugas tersebut adalah Arthur Thomson.

Akibat kalah start dari Alexander, Arthur pun terpaksa mencari mayat ke lokas-lokasi yang lebih jauh. Antara tahun 1895 hingga 1929, Arthur dilaporkan berhasil mengumpulkan lebih dari 400 mayat yang didapat dari Oxford, Leicester, Reading, dan Staffordshire.

Banyak Keluarga Miskin yang Menyembunyikan Mayat Anggota Keluarganya Sendiri

Banyak Keluarga Miskin yang Menyembunyikan Mayat Anggota Keluarganya Sendiri
Banyak Keluarga Miskin yang Menyembunyikan Mayat Anggota Keluarganya Sendiri via shutteratok.com

Sudah disinggung sebelum kalau golongan miskin merupakan salah satu golongan yang paling terancam sejak disahkannya Anatomy Act. Pasalnya saat mereka meninggal kelak, mayat mereka rawan dijual dan berakhir sebagai alat peraga di kampus-kampus.

Kalaupun orang yang meninggal masih memiliki sanak famili, bukan berarti nasib sang almarhum lantas bakal terjamin. Pasalnya sanak famili sang almarhum hanya memiliki waktu 7 hari untuk menunjukkan bukti kalau ia memiliki cukup uang untuk memakamkan almarhum. Jika batas waktu tersebut sudah lewat dan sanak famili tidak bisa menunjukkan bukti yang diminta, maka jasad almarhum dianggap legal untuk diperdagangkan.

Untuk mengakali peraturan tersebut, sejumlah keluarga miskin pun bertindak nekat. Mereka akan membawa jasad alarmhum secara diam-diam dan kemudian menyembunyikannya. Selama mayat almarhum masih disembunyikan, mereka akan pergi ke sana kemari untuk mengumpulkan uang supaya bisa memakamkan almarhum dengan layak.

Bermain kucing-kucingan dengan pihak berwajib sendiri bukanlah satu-satunya cara yang dilakukan oleh keluarga miskin supaya bisa melindungi jasad orang yang mereka cintai. Sejumlah keluarga miskin berinisiatif membuat perkumpulan supaya jika kelak ada anggota keluarga mereka yang meninggal, biaya pemakamannya bisa ditanggung secara patungan.

Wabah Dimanfaatkan Oknum Dokter untuk Menjual Mayat Secara Diam-Diam

Wabah Dimanfaatkan Oknum Dokter untuk Menjual Mayat Secara Diam-Diam
Wabah Dimanfaatkan Oknum Dokter untuk Menjual Mayat Secara Diam-Diam via wikipedia.org

Tahun 1831, Inggris dilanda wabah penyakit kolera yang berlangsung hingga tahun berikutnya. Banyak korban meninggal yang mayatnya langsung dikebumikan tanpa seizin pihak keluarga.

Kalangan dokter berdalih kalau prosedur ini harus dilakukan supaya kuman penyakitnya tidak sampai menyebar. Namun sejumlah keluarga merasa tidak percaya. Mereka curiga kalau pemakaman dilakukan secara terburu-buru supaya mereka tidak bisa mengetahui nasib anggota keluarga mereka yang meninggal.

Dugaan mereka belakangan terbukti sebagai dugaan yang tidak sepenuhnya salah. Pada bulan September 1832, seorang bocah berusia 3 tahun meninggal akibat kolera di Rumah Sakit Manchester.

Kakek korban ingin membawa pulang mayat cucunya supaya ia bisa memakamkan cucunya sendiri. Namun permintaan sang kakek ditolak dengan alasan mencegah penyebaran penyakit.

Sang kakek masih belum mau menyerah. Saat jasad cucunya sudah dikuburkan, ia nekat membongkar makam cucunya untuk memeriksa sendiri kondisi jasad cucunya. Alangkah terkejutnya ia saat melihat kepala cucunya sudah hilang.

Begitu kabar tersebut beredar, penduduk setempat merasa begitu murka. Sebanyak 3.000 orang beramai-ramai pergi menuju rumah sakit sambil menggotong peti mati. Sesampainya mereka di sana, mereka langsung merusak jendela dan perabotan yang ada di rumah sakit tersebut.

Sejumlah Wanita Nekat Menjual Mayat Bayinya Sendiri

Sejumlah Wanita Nekat Menjual Mayat Bayinya Sendiri
Sejumlah Wanita Nekat Menjual Mayat Bayinya Sendiri via listsream.com

Bukan hanya mayat orang dewasa yang diperdagangkan. Mayat bayi dan anak-anak juga ramai diperdagangkan. Bahkan mayat mereka cenderung memiliki harga jual yang tinggi akibat tingginya permintaan dari kalangan ilmuwan dan dokter. Pasalnya mereka membutuhkan mayat anak-anak untuk melakukan penelitian terkait masalah kehamilan.

Alasan lain mengapa mayat bayi banyak dicari adalah karena mayat mereka berukuran kecil. Dampaknya, mayat mereka pun dipandang ideal untuk mempelajari jaringan syaraf dan peredaran darah yang mencakup seluruh tubuh. Untuk keperluan pembelajaran tersebut, jaringan pembuluh mayat akan disuntik memakai cairan lilin yang sudah diwarnai.

Karena teknik kedokteran pada masa itu masih belum semaju sekarang, banyak peristiwa kelahiran yang berujung pada tewasnya sang janin atau bahkan ibunya. Janin-janin itulah yang kemudian dijual kepada mereka yang membutuhkan mayat bayi manusia. Dan karena faktor himpitan ekonomi, tidak sedikit kaum ibu yang nekat menjual bayinya sendiri.

Hal yang lebih menyedihkan lagi adalah ketika mengetahui bagaimana nasib mayat-mayat bayi tersebut seusai diteliti. Pada bulan April 1834, mayat seorang anak nampak terapung di sungai dalam kondisi sudah terpotong-potong.

Saat mayat tersebut diperiksa, bagian pembuluh darahnya nampak terisi oleh cairan lilin. Dugaan pun merebak kalau mayat anak tersebut adalah mayat hasil penelitian yang kemudian dibuang alih-alih dimakamkan secara layak.

Sumber :
https://listverse.com/2021/10/10/10-disturbing-facts-about-the-victorian-dead-body-trade/
https://www.manchestereveningnews.co.uk/whats-on/arts-culture-news/disease-death-body-snatching-dark-16288938
https://www.anehdidunia.com/
Previous Post
Next Post

0 komentar: